"integritas pelayanan publik"


Seiring dengan berjalannya waktu, tututan masyarakat terhadap pelayanan publik semakin beragam. Oleh karena itu, administrasi publik dituntut untuk dapat menjawab tantangan dari persoalan-persoalan yang timbul dengan berbagai cara.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menjawab tantangan ini adalah dengan melakukan reformasi administrasi publik. Reformasi administrasi publik ini meliputi berbagai aspek yang melingkupinya. Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan adalah etika dalam menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat atau lebih dikAenal dengan “etika dalam pelayanan publik”.
Sayangnya aspek etika dalam pelayanan publik ini, jarang tersentuh oleh aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Padahal kinerja pelayanan publik sangat ditentukan oleh etika para aparatur yang melakukan pelayanan tersebut. Apabila aparatur pemerintah memahami dan menerapkan etika dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat maka kinerja pelayanan dapat meningkat dan dapat memenuhi keinginan masyarakat. Sebaliknya, jika aparatur pemerintah tidak memahami dan mengimplementasikan etika pelayanan publik secara benar maka kinerja pelayana publik akan buruk dan akan menimbulkan komplain dari masyarakat yang dilayani.
Menurut hasil  survei integritas pelayanan publik 2010 yang dilakukan oleh KPK menemukan pelayanan publik di 22 daerah masih memberikan pelayanan yang buruk dan rentan terhadap korupsi karena hanya memperoleh  nilai rata-rata 5,07.

“Semakin rendah nilainya maka semakin rendah integitasnya,” kata Wakil Ketua KPK, M Jasin di Jakarta, hari ini.
Ada 11 pelayanan publik di 22 kota yang dinilai memiliki integritas paling rendah. Dua terburuk adalah pelayanan untuk pembuatan SIM dan SKCK di kepolisian yang mendapatkan skor rata-rata 4,6 dan pembuatan sertifikat tanah dan Kadastral di Badan Pertanahan Nasional [BPN] yang mendapatkan skor 5,21.

Agak tinggi sedikit, adalah pembuatan paspor Kementerian Hukum HAM [skor 5,26], administrasi pernikahan dan pelayanan haji Kementerian Agama [skor 5,46], pengadilan tilang dan pengadilan umum di Mahkamah Agung [skor 5,6] dan pemasangan listrik dan pengaduan gangguan di PT PLN [skor 5,47].

Menurut Jasin,  survei integritas pelayanan publik KPK dilakukan terhadap pengguna langsung pelayanan publik selama bulan april-agustus 2010. Survei ini melibatkan 12.616 responden, terdiri 2.763 orang di tingkat pusat, 7.730 orang di tingkat instansi vertikal dan 2.123 orang responden di tingkat pemerintah daerah. “Jadi ini merupakan suara masyarakat bukan suara KPK,” jelas Jasin.

Menurutnya, selain melakukan survei terhadap pelayanan vertikal, KPK juga melakukan survei terhadap 33 pelayanan publik tingkat pusat yang dikelola oleh 17 instansi. Dari pelayanan publik tingkat nasional ada 12 layanan di enam instansi yang masih dinilai buruk dan rawan terhadap korupsi, dan mendapat skor di bawah enam.

Instansi-instansi tersebut adalah Kementerian Perhubungan [skor 4,21], Kementerian Kelautan dan Perikanan [skor 5,03], PT Angkasa Pura II [skor 5,19], Kemenhukham [skor 5,34], Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi [skor 5,68] dan BNP2TKI [skor 5,94].

KPK juga mengkaji tiga layanan yang dikelola oleh pemerintah daerah, yakni pembuatan KTP, SIUP dan IMB. Dari 22 kota yang disurvei, kota Medan menempati urutan integritas terendah, dan mendapat skor 3,66. Selain itu 19 kota lainnya juga memiliki nilai integritas dibawah enam.

Sembilanbelas kota itu adalah Bandar lampung [4,05], Palembang [4,19], Makassar [4,46], Jayapura [4,51], Manado [4,53], Pekanbaru [4,56], Jakarta Selatan [4,58], Semarang [4,67], Bandung [4,83], Jakarta Utara [5,36], Mataram [5,41], Jakarta Pusat [5,44], Jakarta Timur [5,44], Jakarta Barat [5,45], Serang [5,47, Pontianak [5,58], Tanjung Pinang [5,59], Ambon [5,60] dan Yogyakarta [5,89].

“Hanya dua kota yang memiliki nilai integritas diatas enam yaitu Surabaya yang mendapatkan skor 6,13 dan Samarinda yang mendapatkan skor 6,11,” jelas Jasin.

Berdasarkan fakta-fakta yang ada, dapat disimpilkan bahwa pelayanan publik di Indonesia khususnya provinsi lampung masih jauh dari kata maksimal. Buruknya pelayanan publik tidak terlepas dari system, birokrasi dan kultur. Bagaikan dua sisi mata uang, di satu sisi aparatur pemerintah belum memiliki kesadaran atas etika pelayanan publik yang baik dan di sisi lain masyarakat menjadi pemicu buruknya etika peyanan publik itu sendiri. Sebagai contoh, kita dapat melihat dalam pelayanan pembuatan SIM di kator polisi. Manakala prosedur yang sederhana dirumit-rumitkan dan penyelesaian yang dilambat-lambatkan sementara kebutuhan mendesak banyak masyarakat yang mengambil jalan pintas. Tak jarang terdengar komentar-komentar seperti ;
“lebih baik buat sim tembak, daripada ujian tidak lulus-lulus “.
Untuk itu dalam upaya peningkatan integritas pelayan publik, kita harus bersama-sama ikut berbenah diri. Kita tidak bisa semata-mata menyalahkan secara sepihak atas  tindakan aparatur pemerintah. Di satu sisi kita juga harus berani mengambil sikap yang seharusnya walaupun sulit. Semoga dengan kesadaran atas etika pelayanan publik dalam diri kita pelayanan publik di indonesia dapat mencapai integritas yang lebih baik.
Sumber :
1.      //www.docstoc.com/docs/4825555/Implementasi-Etika-dalam-Penyelenggaraan-Pelayanan-Publik-di-Indonesia
2.      //birokrasi.kompasiana.com/2010/11/05/pelayan-bandarlampung-terburuk-kedua-setelah-medan/
3.      //www.beritasatu.com/articles/read/2010/11/1546/pelayanan-pembuatan-sim-dan-sertifikat-tanah-paling-buruk
4.      //news.okezone.com/read/2009/12/22/337/287260/survei-kpk-layanan-pembuatan-sim-paling-buruk

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates